Natijah dari lawan yang surealis
Mempunyai Rival (lawan) itu penting .Inilah yang saya belajar pada beberapa tahun yang lalu. Mereka ini sebenarnya hadir sebagai peneguh semangat dan pembuang kelemahan. Pada saya mereka itu ‘sahabat’ yang sangat nakal .Usikkan mereka itu biasanya sangat keterlaluan dan untuk yang berhati lembut, sangat mudahnya akan mengalirkan air mata. Dengan saya mereka bertindak yang malah melampau. Malah hampir mengusik ibu .
“Saudara saudari jangan melampau. This is between us” Saya menuding jari ke muka mereka. Mereka hanya ketawa tanpa mengendahkan geruh saya. Mereka melihat saya seperti melihat seorang yang naif .Si dayus yang tidak mampu berbuat apa-apa.
Namun suatu ‘tragedi’ kecil mengubah segalanya .Beberapa patah kata rupa-rupanya lebih ‘menghukum’ dari menyinsing lengan lalu turun ke gelenggang beradu tenaga.
We draw our line from that days….
Kini, sudah hampir beberapa tahun sejak ‘tragedi’ itu berlaku .
Hidup saya aman dan kosong.
Namun semenjak beberapa bulan kebelakangan ini, bermula ketika pertengahan tahun ini, mereka mulai datang kembali mengetuk pintu kehidupan saya .Beberapa kali ‘mereka’ datang mengusik saya dengan memberikan saya beberapa das tembakkan ‘kebenaran’ yang pahit .Mengeser dan memukul saya dengan pemberian yang berupa ‘hadiah kecil’ yang sebenarnya lebih merupakan suatu ejekan yang sinikal .
Saya hairan juga kerana mereka tidak mengusik saya dalam tempoh ‘pantang’ yang dua tahun itu .Saat dimana saya berada dititik paling lemah. Yang tidak berupaya dan berharapan .Saat dimana dengan hanya sekali jentik mampu membuatkan saya terbaring parah menagih nyawa .Ini membuatkan saya tertanya-tanya.
“Betulkah saudara hendak tahu kenapa ?”. Tanya salah seorang dari mereka ketika disuatu pagi yang aman saat saya menikmati sarapan disebuah tempat yang istimewa di pekan Tampin. Saya mengangguk yang yakin .Message pada hp saya berbunyi. Barangkali peringatan dari Aininaufal agar menghantarkan kerja.
“Saudara di ketika itu sedang menyabung nyawa yang parah, malah sedang ‘perang’ yang besar,perlu apa kami terlibat sekali?”.Saya mengeleng-gelengkan kepala dimasa yang sama di dalam hati menyumpah seranah.
Mereka ini tahu segala-galanya mengenai saya .
Mereka juga rupa-rupanya mempunyai ‘masa belas’
Saya pernah hampir terfikir untuk menulis sebuah buku untuk menceritakan kisah saya dengan mereka ini, namun bila difikir-fikirkan semula, menulis sebuah buku tentang kisah mereka seolah-olah mendedikasikan sebuah persahabatan,saya menarik kembali pena saya. Mana mungkin saya memberikan mereka kemengan moral yang sebegitu. Sedang pada hakikatnya saya dan mereka tidak pernah menganggap antara kami saling bersahabat. Sejarah hidup saya dan mereka hanya penuh dengan birat-birat ‘kelukaan’ yang wujud kerana selisih yang berbagai .Kini malah tinggal parut yang memotretkan kenangan pahit.
Tetapi entah mengapa lewat kebelakangan waktu ini, apabila saya menoleh semula pada ‘parut-parut yang berbicara itu’ ,saya cenderung memikirkan mereka itu sahabat yang sebenarnya sangat membantu, cuma cara dan teladan mereka agak sukar di fahami sebelum tiba masanya .
Perbuatan mereka menjadikan saya seorang yang keras pada hidup,kebenaran dan matlamat dimasa yang sama menjadi saya seakan-akan mereka .
Lebih aneh lagi saya perlahan-lahan menjadi seorang yang dahulunya saya anggap tidak akan mungkin menjadi seperti ini .Saya perlahan-lahan berevolusi menjadi seperti mereka .
Lelaki yang sarcastic.
Alangkah mahalnya tukaran itu.
Sebagai imbalannya, sifat keras itulah yang kini, menjadi ‘perisai diri yang terkoyak’ . Sesuatu yang tidak saya kenal, asing akhirnya menjadi sesuatu yang berguna kepada saya .
Saya mengeluh sendiri dihujung murokabah itu .Beginilah akhirnya saya . ‘Barang yang rosak’
I’m damaged .
“Jika kamu membenci sesuatu, bencilah yang seadanya kerana siapa tahu di belakangan hari , yang kamu benci itulah yang akan menjadi sesuatu yang kamu sayangi.”
Demikian bicara Nabi yang mengerti. Seingat saya , itu kata-katanya.
Kini saya mengerti mengapa menjadi keras itu terkadang-kadang, perlu .
“Saudara saudari jangan melampau. This is between us” Saya menuding jari ke muka mereka. Mereka hanya ketawa tanpa mengendahkan geruh saya. Mereka melihat saya seperti melihat seorang yang naif .Si dayus yang tidak mampu berbuat apa-apa.
Namun suatu ‘tragedi’ kecil mengubah segalanya .Beberapa patah kata rupa-rupanya lebih ‘menghukum’ dari menyinsing lengan lalu turun ke gelenggang beradu tenaga.
We draw our line from that days….
Kini, sudah hampir beberapa tahun sejak ‘tragedi’ itu berlaku .
Hidup saya aman dan kosong.
Namun semenjak beberapa bulan kebelakangan ini, bermula ketika pertengahan tahun ini, mereka mulai datang kembali mengetuk pintu kehidupan saya .Beberapa kali ‘mereka’ datang mengusik saya dengan memberikan saya beberapa das tembakkan ‘kebenaran’ yang pahit .Mengeser dan memukul saya dengan pemberian yang berupa ‘hadiah kecil’ yang sebenarnya lebih merupakan suatu ejekan yang sinikal .
Saya hairan juga kerana mereka tidak mengusik saya dalam tempoh ‘pantang’ yang dua tahun itu .Saat dimana saya berada dititik paling lemah. Yang tidak berupaya dan berharapan .Saat dimana dengan hanya sekali jentik mampu membuatkan saya terbaring parah menagih nyawa .Ini membuatkan saya tertanya-tanya.
“Betulkah saudara hendak tahu kenapa ?”. Tanya salah seorang dari mereka ketika disuatu pagi yang aman saat saya menikmati sarapan disebuah tempat yang istimewa di pekan Tampin. Saya mengangguk yang yakin .Message pada hp saya berbunyi. Barangkali peringatan dari Aininaufal agar menghantarkan kerja.
“Saudara di ketika itu sedang menyabung nyawa yang parah, malah sedang ‘perang’ yang besar,perlu apa kami terlibat sekali?”.Saya mengeleng-gelengkan kepala dimasa yang sama di dalam hati menyumpah seranah.
Mereka ini tahu segala-galanya mengenai saya .
Mereka juga rupa-rupanya mempunyai ‘masa belas’
Saya pernah hampir terfikir untuk menulis sebuah buku untuk menceritakan kisah saya dengan mereka ini, namun bila difikir-fikirkan semula, menulis sebuah buku tentang kisah mereka seolah-olah mendedikasikan sebuah persahabatan,saya menarik kembali pena saya. Mana mungkin saya memberikan mereka kemengan moral yang sebegitu. Sedang pada hakikatnya saya dan mereka tidak pernah menganggap antara kami saling bersahabat. Sejarah hidup saya dan mereka hanya penuh dengan birat-birat ‘kelukaan’ yang wujud kerana selisih yang berbagai .Kini malah tinggal parut yang memotretkan kenangan pahit.
Tetapi entah mengapa lewat kebelakangan waktu ini, apabila saya menoleh semula pada ‘parut-parut yang berbicara itu’ ,saya cenderung memikirkan mereka itu sahabat yang sebenarnya sangat membantu, cuma cara dan teladan mereka agak sukar di fahami sebelum tiba masanya .
Perbuatan mereka menjadikan saya seorang yang keras pada hidup,kebenaran dan matlamat dimasa yang sama menjadi saya seakan-akan mereka .
Lebih aneh lagi saya perlahan-lahan menjadi seorang yang dahulunya saya anggap tidak akan mungkin menjadi seperti ini .Saya perlahan-lahan berevolusi menjadi seperti mereka .
Lelaki yang sarcastic.
Alangkah mahalnya tukaran itu.
Sebagai imbalannya, sifat keras itulah yang kini, menjadi ‘perisai diri yang terkoyak’ . Sesuatu yang tidak saya kenal, asing akhirnya menjadi sesuatu yang berguna kepada saya .
Saya mengeluh sendiri dihujung murokabah itu .Beginilah akhirnya saya . ‘Barang yang rosak’
I’m damaged .
“Jika kamu membenci sesuatu, bencilah yang seadanya kerana siapa tahu di belakangan hari , yang kamu benci itulah yang akan menjadi sesuatu yang kamu sayangi.”
Demikian bicara Nabi yang mengerti. Seingat saya , itu kata-katanya.
Kini saya mengerti mengapa menjadi keras itu terkadang-kadang, perlu .
0 Comments:
Post a Comment
<< Home